A. Pengertian Good Corporate Governance
Istilah Good Corporate Governance (GCG) atau Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report. Ada banyak pengertian tentang CG seperti di bawah ini:
1. Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia / FCGI)
2. Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai Pemegang Saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika (Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002).
Istilah Good Corporate Governance (GCG) atau Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report. Ada banyak pengertian tentang CG seperti di bawah ini:
1. Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia / FCGI)
2. Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai Pemegang Saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika (Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002).
Berdasarkan pengertian di atas maka bisa dipahami tujuan yang hendak dicapai dengan penerapan Good Corporate Governance yaitu untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan. Dalam jangka panjang hal ini akan membawa pada keberlangsungan usaha dan peningkatan profit secara signifikan.
B. Manfaat Good Corporate Governance
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah dengan penerapan Good Corporate Governance.
3. Memberikan dasar keputusan yang lebih baik untuk meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholder dan stakeholder terhadap perusahaan.
5. Mempengaruhi harga saham secara positif.
6. Melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas dari tuntutan hukum dan melindungi dari intervensi politis serta usaha-usaha campur tangan di luar mekanisme korporasi.
C. Prinsip-Prinsip Corporate Governance
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah dengan penerapan Good Corporate Governance.
3. Memberikan dasar keputusan yang lebih baik untuk meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholder dan stakeholder terhadap perusahaan.
5. Mempengaruhi harga saham secara positif.
6. Melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas dari tuntutan hukum dan melindungi dari intervensi politis serta usaha-usaha campur tangan di luar mekanisme korporasi.
C. Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Prinsip-prinsip utama yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya corporate governance yang baik adalah :
1. Transparansi
Pada organisasi yang menerapkan Corporate Governance, transparansi atau keterbukaan menjadi hal yang wajib untuk diterapkan. Mulai dari keterbukaan akan proses produksi, laporan keuangan sepanjang keterbukaan tersebut tidak menyangkut rahasia organisasi.
2. Akuntabilitas
Akuntabilitas berhubungan dengan sistem yang mengendalikan hubungan antara unit-unit yang ada di organisasi. Akuntabilitas dilakukan oleh dewan komisaris dan direksi, dan komite audit. Prinsip ini diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan kepada pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi.
3. Pertanggungjawaban
Prinsip ini diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta kewajiban-kewajiban sosial di tengah masyarakat.
4. Kewajaran (fairness)
Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya. Prinsip kewajaran ini bertujuan untuk mengatasi masalah yang timbul dari adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer karena diantara kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda
1. Transparansi
Pada organisasi yang menerapkan Corporate Governance, transparansi atau keterbukaan menjadi hal yang wajib untuk diterapkan. Mulai dari keterbukaan akan proses produksi, laporan keuangan sepanjang keterbukaan tersebut tidak menyangkut rahasia organisasi.
2. Akuntabilitas
Akuntabilitas berhubungan dengan sistem yang mengendalikan hubungan antara unit-unit yang ada di organisasi. Akuntabilitas dilakukan oleh dewan komisaris dan direksi, dan komite audit. Prinsip ini diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan kepada pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi.
3. Pertanggungjawaban
Prinsip ini diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta kewajiban-kewajiban sosial di tengah masyarakat.
4. Kewajaran (fairness)
Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya. Prinsip kewajaran ini bertujuan untuk mengatasi masalah yang timbul dari adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer karena diantara kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda
D. Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme corporate governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol/pengawasan terhadap keputusan tersebut.
1. Mekanisme pengendalian internal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan dengan membuat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun risikorisiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen.
2. Mekanisme pengendalian eksternal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oleh pasar. Menurut teori pasar jika manajemen berperilaku hanya menguntungkan diri sendiri, maka kinerja perusahaan akan menurun dalam bentuk turunnya nilai saham perusahaan.
Mekanisme corporate governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol/pengawasan terhadap keputusan tersebut.
1. Mekanisme pengendalian internal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan dengan membuat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun risikorisiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen.
2. Mekanisme pengendalian eksternal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oleh pasar. Menurut teori pasar jika manajemen berperilaku hanya menguntungkan diri sendiri, maka kinerja perusahaan akan menurun dalam bentuk turunnya nilai saham perusahaan.
Teori
keagenan
Teori agensi didasarkan pada masalah yang berkaitan dengan
pemisahan kepemilikan dan pengendalian. Jensen dan Meckling mendefinisikan
masalah agensi sebagai masalah yang muncul ketika satu pihak (Principals)
membuat kontrak dengan pihak lain (Agen) yang bertujuan membuat keputusan
menjadi setengah dari prinsipal. Jensen dan Meckling selanjutnya berpendapat
bahwa ketika kepentingan manajemen rendah, ada kemungkinan besar manajemen
melibatkan dirinya dalam aktivitas penurunan nilai. Masalah keagenan terjadi
karena agen cenderung menyembunyikan informasi dari principal dan melakukan
tindakan untuk mencapai kepentingan mereka sendiri (Enron, WorldCom, Marconi
dan Royal Ahold). Masalah keagenan juga muncul
saat CEO menetapkan beberapa tujuan yang bertentangan dengan pemegang saham
tersebut. CEO kemungkinan akan menerapkan strategi yang memaksimalkan
kepentingan pribadinya dengan mengorBUMNan pemegang saham sementara pada risiko
sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali bagi CEO.
Hubungan keagenan mengacu pada banyak hubungan yang terlibat
dalam pendelegasian pengambilan keputusan dari satu pihak (Principal) ke pihak
lain (Agen). Delegasi dan berbagai risiko menimbulkan bahaya moral bagi para
eksekutif. Bahaya moral kepada eksekutif memberi kesempatan untuk mencari
kompensasi tambahan melalui cara oportunistik seperti perquisites, shirking dan
free-riding dan pada saat yang sama para pelaku didorong untuk meningkatkan
biaya pemantauan dan insentif mereka.
Biaya agensi sebagai hilangnya nilai perusahaan yang tak
terelakkan yang timbul dengan masalah keagenan bersamaan dengan biaya
pemantauan dan pengikatan kontraktual. Watts dan Zimmerman mengembangkan teori
Akuntansi Positif yang berfokus pada hubungan antara berbagai individu yang
terlibat dalam menyediakan sumber daya bagi sebuah organisasi. Ini bisa menjadi
hubungan antara pemilik (sebagai pemasok modal ekuitas) dan manajer (sebagai
pemasok tenaga kerja manajerial). PAT berasumsi bahwa kepentingan pribadi
didorong oleh tindakan individu. Atau dengan kata lain, kepala sekolah dan agen
sangat waspada dalam memaksimalkan kekayaan mereka sendiri. Diasumsikan bahwa
teori agensi percaya bahwa agen (manajemen) tidak selalu cenderung bertindak
demi kepentingan terbaik pemilik (prinsipal). Asumsi semacam itu mengharuskan
para prin- cipals untuk mempertimbangkan insentif atau skema bonus yang sesuai
untuk agen tersebut dan pada saat yang sama mengatur mekanisme pemantau yang
tepat sehingga setiap aktivitas yang tidak biasa dapat dikontrol.
Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diamanahkan oleh prinsipal kepadanya. Manajemen sebagai ‘agents” dianggap akan
bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan
bijaksana serta adil terhadap Pemegang Saham. Adanya pemisahan kepemilikan dan
perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen menimbulkan agency problem
(konflik kepentingan). Sebagai pihak
yang mengelola perusahaan, agen mempunyai lebih banyak informasi mengenai
kapasitas perusahaan, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan.
Disisi lain prisipal tidak mempunyai informasi cukup tentang kinerja agen. Hal
ini mengakibatkan ketimpangan informasi antara prinsipal dan agen yang disebut
dengan aymmetric information. Hal tersebut dapat menimbulkan dua permasalahan (Jensen
dan Meckling, 1976)
· Moral Hazard yaitu
permasalahan yang terjadi jika agen tidak melaksanakan bersama apa yang telah
disepakati dalam kontrak kerja.
· Adverse selection
yaitu prinsipal tidak dapat mengetahui apakah keputusan yang diambil oleh agen
didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya atau terjadi kelalaian dalam
tugas.
Adanya agency problem di atas, menimbulkan biaya keagenan
(agency cost), yang menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari :
(a) The monitoring
expenditures by the priciple
Biaya monitoring dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor
prilaku agen, termasuk juga usaha untuk mengendalikan (control) perilaku agen
melalui budget restriction, compensation policies.
(b) The bonding expeditures
by the agent
The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen
tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau
untuk menjamin bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil
banyak tindakan.
(c) The residual loss
Merupakan penurunan tingkat kesjahteraan prinsipal maupun agen
setelah adanya agency relationship.
Stewardship
Theory
Tidak seperti teori keagenan, teori stewardship mengasumsikan
bahwa manajer adalah pengelola dengan perilaku yang selaras dengan tujuan
principal mereka. Teori ini mendasarkan pada adanya toleransi yang baik dalam
diri seorang manajer. Manajer dipandang setia kepada perusahaan dan tertarik
dalam pencapaian kinerja yang tinggi. Motif dominan, yang mengarahkan para
manajer untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, adalah keinginan mereka untuk
melakukan tugas dengan sangat baik. Secara khusus, manajer dipahami sebagai
pihak yang termotivasi oleh kebutuhan untuk mencapai kepuasan intrinsik melalui
keberhasilan dalam melakukan pekerjaan yang menantang, untuk melaksanakan
tanggung jawab dan wewenang dan dengan demikian untuk mendapatkan pengakuan
dari pimpinan dan pihak lainnya terhadap keberhasilannya. Oleh karena itu ada
unsur motivator yang bersifat non keuangan bagi manajer. Teori ini juga
berpendapat bahwa sebuah organisasi membutuhkan struktur yang memungkinkan
harmonisasi yang akan dicapai dari hubungan yang efektif antara manajer dan
pemilik. Dengan kata lain, Stewardship theory memandang manajemen sebagai pihak
yang dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan
publik maupun stakeholder.
Stakeholders
Theory
Stake holder Theory atau Teori Pemangku Kepentingan memposisikan
Pemeganag Saham/Pemilik Modal hanya merupakan salah satu dari sejumlah kelompok
stakeholder yang penting. Sama seperti pelanggan, pemasok, karyawan dan
masyarakat lokat. Pemegang saham memiliki saham di dan dipengaruhi oleh
keberhasilan atau kegagalan perusahaan.
Gibson 2000:247 menguraikan dalam jurnalnya bahwa dengan cara
yang sama bahwa bisnis juga memiliki tugas yang berbeda untuk berbagai kelompok
pemangku kepentimgan. Dalam kasus dimana ada konflik kepentingan antara Pemilik
Modal/Pemegang saham dengan stakeholder lainnya, maka kepentingan para Pemilik
Modal/Pemegang Saham, harus dimoderasi atau dikorBUMNan untuk memenuhi
kewajiban dasar bagi pemangku kepentingan lainnya. Dalam hukum perusahaan,
Pemilik Modal/Pemegang saham diberi status unggulan sebagai pemilik perusahaan.
Mereka mampu memilih semua atau sebagian besar anggota Direksi, memiliki hak
untuk mempekerjakan dan memecat para eksekutif senior dan menyetujui atau
menolak kebijakan penting dan strategi perusahaan. Karena status yang luar
biasa dan kendali yang dimiliki oleh Pemilik Modal/Pemegang Saham berdasarkan
hukum perusahaan, teori pemangku kepentingan cenderung mencurahkan perhatian
yang lebih sedikit untuk membela hak-hak Pemilik Modal/Pemegang Saham.Asumsinya
adalah bahwa Pemilik Modal/Pemegang Saham sudah memiliki kekuatan untuk
memastikan bahwa kepentingan mereka diperhitungkan oleh perusahaan dan para
manajernya. Teori stakeholder yang telah mempertimbangkan hak-hak Pemilik
Modal/Pemegang Saham biasanya mencoba untuk menunjukkan mengapa hak-hak ini
harus dibatasi oleh hak atau kepentingan kelompok stakeholder lainnya. Dari
ketiga uraian konsep yang mendasari Good Corporate Governance terlihat bahwa
kesamaannya terletak pada pengamatan pola hubungan atau interaksi antara
pemilik modal/pemegang saham/Dewas/Bawas/Dekom dengan Direksi dalam pemenuhan
kepentingan masing masing pihak. Efektivitas interakti tersebut menciptakan
sinergitas hubungan yang memengaruhi laju pertumbuhan nilai perusahaan secara
positif dengan mempertimbangkan kepentingan stakeholdes lainnya.
Teori
institusional (Institutional Theory) atau teori kelembagaan
Core idea-nya adalah terbentuknya organisasi oleh karena tekanan
lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusionalisasi. Zukler
(1987) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa ide atau gagasan pada
lingkungan institusional yang membentuk bahasa dan simbol yang menjelaskan
keberadaan organisasi dan diterima (taken for granted) sebagai norma-norma
dalam konsep organisasi. Eksistensi organisasi terjadi pada cakupan
organisasional yang luas dimana setiap organisasi saling mempengaruhi bentuk
organisasi lainnya lewat proses adopsi atau institusionalisasi (pelembagaan).
Di Maggio dan Powell (1983) dalam Donaldson (1995), menyebutnya
sebagai proses imitasi atau adopsimimetic sebuah organisasi terhadap
elemen organisasi lainnya. Organisasi terbentuk oleh lingkungan institusional
yang ada di sekitar mereka. Ide-ide yang berpengaruh kemudian di
institusionalkan dan dianggap sah dan diterima sebagai cara berpikir ala
organisasi tersebut. Proses legitimasi sering dilakukan oleh organisasi melalui
tekanan negara-negara dan pernyataan-pernyataan. Teori institusional dikenal
karena penegasannya atas organisasi hanya sebagai simbol dan ritual.
Perspektif yang lain bahwa organisasi berada dibawah tekanan
berbagai kekuatan sosial guna melengkapi dan menyelaraskan sebuah struktur,
organisasi harus melakukan kompromi dan memelihara struktur operasional secara
terpisah, karena struktur organisasi tidak ditentukan oleh situasi lingkungan
tugas, tetapi lebih dipengaruhi oleh situasi masyarakat secara umum dimana
bentuk sebuah organisasi ditentukan oleh legitimasi, efektifitas dan
rasionalitas pada masyarakat. Kekhususan teori institusional terletak pada
paradigma norma-norma dan legitimasi, cara berpikir dan semua fenomena
sosiokultural yang konsisten dengan instrumen tehnis pada organisasi. Organisasi
terbentuk karena kekuatan di luar organisasi yang membentuk lewat proses mimicry atau
imitasi dan compliance. Organisasi berada di bawah tekanan untuk
menciptakan bentuk-bentuk sosial yang hanya terbentuk oleh pendekatan
konformitas dan berisi struktur-struktur terpisah pada aras
operasional.
Ada tiga bentukan institusional yang bersifat isomorphis yaitu,
pertama; coersif isomorphis yang menunjukkan bahwa organisasi
mengambil beberapa bentuk atau melakukan adopsi terhadap organisasi lain karena
tekanan-tekanan negara dan organisasi lain atau masyarakat yang lebih luas.
Kedua; mimesis isomorphis, yaitu imitasi sebuah organisasi oleh organisasi yang
lain. Ketiga, normatif isomorphis, karena adanya tuntutan profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar